Penaklukan negeri asing
Masa pemerintahan Al-Walid bin ‘Abdul Malik terhitung sebagai masa
penaklukan yang besar. Kaum muslimin menyambut jihad dengan gegap
gempita dan dijadikan oleh mereka sebagai tujuan dan cita-cita. Empat
orang panglima perang yang terkenal memberikan pengaruh yang besar pads
upaya penaklukan negeri, mereka adalah: Qutaibah bin Muslim Al Baahili,
Muhammad bin Al Qasim Ats-Tsaqafi, Musa bin Nushair, dan Maslamah bin
‘Abdul Malik.
1. Qutaibah bin Muslim dan penaklukan wilayah di seberang sungai Jaihun (S. Amudarya)
Qutaibah diangkat oleh Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi sebagai
pimpinan di wilayah Khurasan pada tahun 86 H. Pada waktu itu Al-Hajjaj
sendiri sebagai gubernur untuk wilayah Iraq, Persia, dan Khurasan.
Qutaibah memiliki kecakapan dan kelihaian dalam medan perang sehingga
beliau menjadi teladan. Namanya mampu membuat gentar musuh sehingga
kekuatan mereka menjadi lemah dan memaksa mereka untuk menyerah dan
tunduk.
Pada tahun 86 H Qutaibah menuju kota Balkha untuk menyerangnya. Para
kepala distrik dan pembesar kota ini menyambutnya kemudian mengiringinya
dalam keadaan mentaati dan mendukungnya.
Ketika telah menyeberangi sungai, Qutaibah ditemui oleh penguasa
Shaghani dalam keadaan tunduk dan patuh. Pembesar negeri ini memberinya
hadiah yang banyak dan menyerahkan negeri kepadanya. Setelah itu beliau
berlalu menuju Shaghad dan berhasil menaklukan kota Bikandi pada tahun
87 H.
Qutaibah terus melanjutkan upaya penaklukan dan senantiasa mendapat
kemenangan sampai kemudian berhasil menaklukan kota Bukhara dan
Samarkand. Sebelum datang tahun 93 H beliau telah berhasil menaklukan kota Kasyan, ibu kota negeri Farghan.
Qutaibah, dengan penaklukan yang gemilang ini, telah membuat
perhatian Khalifah Al-Walid bin ‘Abdul Malik tertuju kepadanya, sehingga
sang khalifah mengirim surat kepadanya yang menunjukkan betapa besar
penghormatan yang diberikan oleh khalifah kepadanya. Sebagian isi surat
itu adalah: “Amirul Mukminin telah mengetahui betapa berat
ujian yang anda alami dan betapa besar upayamu dalam berjihad melawan
musuh-musuh Islam. Amirul Mu’minin mengangkat pangkat dun memberikan
kepadamu tanda jasa yang setimpal. Oleh karena itu, sempurnakanlah
perjalanan perangmu dan nantikanlah pahala dari Rabbmu. Janganlah
engkau lupa untuk menulis balasan kepada Amirul Mukminin sehingga seakan
aku melihat negeri dan medan pertempuran yang engkau sedang berada di
sana. ”
Surat khalifah yang ditujukan kepada Qutaibah membuatnya semakin
terdorong untuk melanjutkan jihad sehingga mencapai wilayah perbatasan
Cina dan berhasil menaklukan wilayah Kasyghar serta memaksa penguasanya
membayar upeti tiap tahun. Setelah itu beliau kembali ke Khurasan.
2. Muhammad bin Al Qasim dan penaklukan kota Sindi.
Adapun Muhammad bin Al Qasim adalah seorang ksatria muda yang
ditangannya kota Sindi berhasil ditaklukkan. Kota Sindi adalah sebuah
negeri yang terletak di delta sungai Sindus, memanjang sampai negeri/
kota Punjab di sebelah utaranya. Sekarang menjadi bagian terbesar dari
negara Pakistan.
Negeri ini dahulunya adalah negeri yang menjadi markas bahaya yang
mengancam kerajaan Islam pada masa Al-Walid bin `Abdul Malik. Kadang
muncul dari sang gerombolan bajak laut yang menyerang pedagang-pedagang
muslim. Hal ini mendorong Al-Hajjaj Ats-Tsaqafi untuk meminta bantuan
kepada khalifah dalam rangka penaklukan. Juga untuk menghentikan
perlawanan dan menjaga stabilitas jalur perdagangan dan perbatasan
negeri Islam.
Khalifah meluluskan permintaan Al-Hajjaj dan mengizinkannya untuk
menaklukan negeri ini. Al-Hajjaj menyiapkan pasukan besar dan menunjuk
menantu sekaligus anak saudaranya, yaitu ksatria muda Muhammad bin Al
Qasim Ats-Tsaqafi yang belum genap berusia 18 tahun.
Pasukan besar ini mulai bergerak ke arah Sindi pada tahun 89 H.
Panglima yang pemberani ini menuju kota Daibul [13]. Sesampainya di kota
ini beliau mengepungnya sehingga mampu menguasai dengan menggunakan
kekuatan dan memerangi penduduknya selama tiga hari. Hal ini mereka
lakukan karena kerusakan yang ada pada mereka dan. juga sebagai bentuk
menakut-nakuti terhadap orang kafir. Kemudian membangun rumah dan masjid
untuk kaum muslimin dan menurunkan pasukan pengaman sebesar 4.000
personil.
Setelah itu beliau menuju ke kota. Bairun [14] beliau berhasil
menguasainya dan disambut dengan baik oleh penduduknya. Beliau
melanjutkan lagi upaya penaklukan dan pelebaran wilayah. Sampai kemudian
beliau bertemu dengan raja mereka, Dahir, di tepi sungai Sind us.
Terjadilah peperangan yang sengit dan berakhir dengan terbunuhnya Dahir
dan kekalahan pasukannya.
Beliau masih terus melanjutkan upaya perluasan wilayah sampai
mencapai daerah Miltan yang terletak di sebelah selatan. Punjab.
Penduduk daerah ini melakukan perlawanan, akan tetapi kemenangan ada
pada pihak kaum muslimin. Jumlah mereka yang terbunuh adalah sangat
banyak, dan ghanimah (rampasan perang) dalam jumlah yang besar beliau
dapatkan. Demikianlah beliau senantiasa berperang clan senantiasa
mendapat kemenangan demi kemenangan hingga seluruh negeri Sind bertekuk
lutut di hadapannya.
Foot Note:
[13] Kota ini tidak jauh dari pelabuhah Pakistan yaitu kota Karachi.
[14 ]Kota yang dinisbatkan ke kota in seorang ulama muslim Al Bairuni
3. Musa bin Nushair dan penaklukan negeri Andalus (Spanyol)
Pada tahun-tahun sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah (ke Madinah), Al-Quuth (orang-orang
Goth) menyerang Andalusia dan berhasil mengusir Wundal darinya. Pada
waktu yang tidak bersamaan, Yahudi memasuki wilayah ini sehingga
terjadilah permusuhan dan peperangan yang sengit antara mereka dengan
orang-orang Nasrani. Permusuhan dan peperangan ini mencapai tingkat yang
sangat membahayakan.
Dipihak lain, para pembesar Al Quuth berlomba-lomba di
Andalusia untuk mendapat kemewahan dan kedudukan. Mereka saling berebut
kursi kekuasaan sehingga permusuhan di kalangan mereka sendiri sangat
parah. Sedangkan tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama membagi
wilayah ini menjadi wilayah-wilayah yang kecil dan mereka menempati
istana yang megah. Usaha perindustrian dan pertanian mereka tinggalkan
dan dibebankan kepada para budak yang hidup mereka sangat terhina dan
terlecehkan. Para tokoh dan pemuka agama membebankan pajak yang tidak
berperi kemanusiaan kepada para petani dan masyarakat golongan menengah.
Sehingga masyarakat benar-benar dalam jurang kebinasaan dan
kesengsaraan.
Gambaran keadaan yang seperti ini jauh berbeda dengan keadaan Afrika
Utara pada waktu yang sama, mereka merasakan kenikmatan hidup di bawah
kekuasaan kaum muslimin [15] yang penuh dengan keadilan, kesenangan, dan
ketenangan. Sehingga bukan perkara yang sangat mengherankan bila
penduduk Asbani (Spanyol) dan orang-orang yang hidup di sana dari
kalangan Yahudi berharap bisa lolos dari sistem hukum Al-Quuth yang penuh dengan kelaliman dan berharap ada yang man melepaskan mereka darinya.
Keadaan yang seperti itulah yang menjadi pemicu untuk memikirkan
penyerangan ke negeri ini (Spanyol). Ketika itu kaum muslimin yang
berada di seberang lautan telah merasakan waktu yang tepat untuk
mengadakan penaklukan yang besar dalam rangka menyebarkan agama dan
menghilangkan kezhaliman. Pemikiran ini terus membayangi pada diri Musa
bin Nushair. Lalu beliau meminta petunjuk kepada Khalifah Al-Walid dan
disetujui. Berbagai persiapan dilakukan, pasukan pertama di bawah
komandan Thariq bin Ziyad disiagakan. Ketika itu Thariq adalah orang
kepercayaannya, juga terkenal dengan keberanian dan kelihaiannya.
Foot Note
[15] Penaklukan secara menyeluruh pada Afrika Utara di bawah pimpinan
‘Uqbah bin Nafi’ pada masa pemerintahan Yazid bin Muawiyyah. ‘Uqbah
ketika itu telah berada di tepian pantai sambil mengatakan: Wahai Rabbku, kalau bukan karena lautan ini sungguh aku akan terus berjalan menaklukkan negeri-negeri dalam jihad di jalan-Mu. Kemudian di bawah pimpinan Hassan bin An Nu’man dan Musa bin An Nushair rahimahullah
Bersambung
0 komentar:
Post a Comment