Abu Bakar, putra Abu Quhafah, adalah
Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi. Dia berasal dari suku Bani Taim,
salah satu suku bangsa Quraisy. Selama zaman jahiliah (zaman
kegelapan), suku ini tidak memiliki kelebihan khusus diantara suku-suku
lainnya. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy, berkedudukan tinggi dalam
kaumnya, hartawan dan dermawan.
Adapun
Abu Bakar Siddiq adalah sahabat nabi yang tertua yang amat luas
pengalamannya dan amat besar jasanya kepada agama Islam. Dia dua tahun
lebih muda daripada Nabi, dia diyakini sebagai salah satu pemeluk Islam
yang pertama. Jabatannya dikala Nabi masih hidup, selain dari seorang
saudagar yang kaya, diapun seorang ahli nasab Arab dan ahli hukum yang
jujur.
Dialah yang
menemani Nabi ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia telah merasakan
pahit getirnya hidup bersama Rasulullah sampai kepada hari wafat beliau.
Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang ketika beliau sakit.
Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama
menjadi Khalifah (Pemimpin Islam yang tunduk pada Al-Quran) dari yang
lainnya.
Dialah yang
menemani Nabi ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia telah merasakan
pahit getirnya hidup bersama Rasulullah sampai kepada hari wafat beliau.
Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang ketika beliau sakit.
Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama
menjadi Khalifah (Pemimpin Islam yang tunduk pada Al-Quran) dari yang
lainnya.
Abu Bakar Sebagai Khalifah
Terpilihnya
Abu Bakar sebagai Khalifah pertama setelah Nabi, diwarnai berbagai
perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Hal ini terjadi karena Nabi
Muhammad s.a.w. ketika akan wafat, Nabi tidak berwasiat apa-apa, baik
kepada salah seorang karib, atau kepada sahabat-sahabat yang lain,
tentang siapa yang akan jadi Khalifah pengganti Nabi. Persoalan yang
besar ini beliau serahkan kepada musyawarah ummat Islam. Musyawarah yang
dilaksanakan di Madinah ini dikenal dengan persitiwa Saqifah.
Dalam
peristiwa Saqifah ini, berkumpullah orang Muhajirin dan Anshar di
Madinah, guna bermusyawarah siapa yang akan dibaiat (diakui) jadi
Khalifah. Orang Anshar menghendaki agar Khalifah itu dipilih dari
golongan mereka, mereka mengajukan Sa’ad bin Ubadah. Kehendak orang
Anshar ini tidak disetujui oleh orang Muhajirin. Maka terjadilah
perdebatan diantara keduanya, dan hampir terjadi fitnah diantara
keduanya. Hal ini menggugah kembali bangkitnya semangat fanatisme
golongan dan bias-bias permusuhan antar suku yang pernah terjadi sebelum
Islam.
Ditengah
perdebatan yang terjadi di Saqifah, Abu Bakar segera berdiri dan
berpidato menyatakan dengan alasan yang kuat dan tepat, bahwa soal
Khilafah itu adalah hak bagi kaum Quraisy, bahwa kaum Muhajirin telah
lebih dahulu masuk Islam, mereka lebih lama bersama bersama Rasulullah,
dalam Al-Qur’an selalu didahulukan Muhajirin kemudian Anshar. Khutbah
Abu Bakar ini dikenal dengan Khutbah Hari Saqifah, setelah khutbah ini
ummat Islam serta merta membai’at Abu Bakar, didahului oleh Umar bin
Khattab, kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain. Diantara para
sahabat tersebut hanya Ali bin Abi Thalib yang terlambat membait karena
pada waktu itu masih sibuk mengurus Fatimah, istrinya yang dirundung
kesedihan karena ditinggal ayahnya, Nabi Muhammad SAW.
Hal
yang paling mendasar menurut para ahli sejarah dalam peristiwa Saqifah
sehubungan dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, bukanlah
karena “superioritas kesukuan” kaum Quraisy, tetapi karena kekerabatan
Abu Bakar dengan Nabi saw.
Memang
bisa dikatakan bahwa umur umat Islam belum terlalu tua, baru sekitar 23
tahun kala itu, masih belia, penuh semangat juang dan perlu pembenahan
diri. Ini jelas membutuhkan seorang pemimpin yang dituakan, memiliki
jiwa yang lembut dan ramah namun tegas, sebagai masa transisi sifat
Rasulullah yang lembut dan indah. Dan sifat-sifat ini ada pada diri
salah seorang sahabat terdekat beliau yaitu Abu Bakar.
Masalah Kemurtadan
Setelah
suksesi Abu Bakar, masalah utama Islam adalah sebuah gerakan yang
dikenal sebagai “Kemurtadan” yang mengancam persatuan dan stabilitas
negara Islam. Masalah kemurtadan ini dapat dibagi kedalam tiga kelompok,
yaitu Kelompok Pertama mereka yang mengkaliam kenabian, Kelompok Kedua
orang yang meninggalkan Islam dan kembali kepada keyakinan mereka yang
lama di zaman jahiliah. Kelompok Ketiga tidak mengakui pemerintahan
madinah, tetapi berkata bahwa mereka masih menerima Islam. Orang-orang
ini tidak percaya pada pemerintahan Madinah. Karena menolak membayar
zakat, dengan alasan bahwa zakat adalah pemaksaan.
Beberapa
orang sahabat menasehati kepada Abu Bakar agar dia tidak memerangi
orang yang tidak membayar zakat. Namun disinilai keteguhan hati
khalifah. Dia mengatakan: “Dengan sesungguhnya, walaupun mereka enggan
membayar seutas tali kecil yang telah pernah dibayarkan kepada
Rasulullah dahulu, niscaya akan kuperangi juga mereka selaipun aku akan
binasa oleh karenanya.”
Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama Perang Ridda.
Untuk itu Abu Bakar mengirim 11 pasukan perang dengan 11 daerah tujuan.
Antara lain, pasukan Khalid bin Walid ditugaskan menundukkan Thulaiha
Al-Asadi, pasukan 'Amer bin Ash ditugaskan di Qudhla'ah. Suwaid bin
Muqrim ditugaskan ke Yaman dan Khalid bin Said ditugaskan ke Syam.
Peristiwa sulit yang hebat ini diatasi Abu Bakar dengan kemauan dan
perhatian keras membaja. Dengan cepat disiapkannya sebelas pasukan untuk
menaklukkan kaum yang murtad itu. Masing-masing panglimanya
diperintahkan menuju daerah yang telah ditentukan.
Bangsa
arab mempunyai rasa kesukuan yang sangat tinggi. masing-masing suku
menganggap dirinyalah yang paling baik. Nabi-nabi palsu yang ingin
menghancurkan Islam diantaranya.
- Al -Aswad al Ansi
- Thulaihah bin Khuwalid al Asadi
- Malik bin Nuwairah
- Musailamah al Kazab
Al- Anwad al Ansi memimpin
pasukan suku Badui di Yaman. mereka berhasil merebut Najran dan San'a.
akan tetapi Al Aswad al Ansi terbunuh oleh saudara gubernur Yaman.
Ketika Zubair bin Awwam datang di Yaman Al Ansi telah terbunuh. Pasukan
Islam berhasil menguasi Yaman.
Thulaihah bin Thuwailid al Asadi mengangap dirinya sebagai nabi. pengikutnya berasal dari Bani Asad, Gatafan dan Bani Amir. Abu Bakar as Siddiq mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. pertempuran teradi di dekat sumur Buzakhah. Pasukan muslim berhasil mengalahkakn mereka.
Malik bin Nuwairah
merupakan pemimpin Bani Yarbu' dan Bani Tamim. Sepeninggal Nabi
Muhammad saw, mereka tidak mengakui Islam. Pasukan Khalid bin Walid
kemudian bergerak menuju perkampungan mereka. Dalam pertempuran yang
sengit. Malik bin Nuwairah mati terbunuh.
Musailamah al Kazab (Musailamah si pembohong), ini
adalah yang paling berbahaya. Ia mendakwakan kenabiannya bersama Nabi
Muhammad ketika beliau masih hidup. Dia mengatakan, bahwa Allah telah
memberikan pangkat nabi kepadanya bersama dengan Rasulullah. Oleh karena
dia berbuat dusta itu, dia mendapat gelar ‘al-Kazzab’ yang artinya ‘si
pendusta’. Ia didukung oleh Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah
yang mengaku sebagai nabi di kalangan Kristen. mereka berhasil menyusun
Pasukan dengan kekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq
mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah
. pada mulanya pasukan Islam terdesak. Akan tetapi, pasukan bantuan
mereka datang dipimpin Khalid bin Walid. Pasukan Musailamah berhasil
dikalahkan. 10.000 orang kaum murtad mati terbunuh, Ribuan kaum
muslimin gugur dalam perang ini, termasuk penghafal Al-Qur'an. Perang
ini dinamakan Perang Yamamah dan merupakan yang paling besar diantara perang melawan kaum murtad lainya.
Setahun
lamanya Abu Bakar dapat menundukkan kaum yang murtad itu serta
orang-orang yang mengaku menjadi nabi serta orang-orang yang enggan
membayar zakat, sehingga kalimat Tuhan kembali menjulang tinggi. Dalam
kemenangan kaum muslimin ini, kehormatan besar harus diberikan kepada
panglima Khalid bin Walid, Saifullah yang perkasa itu yang dijuluki
sebagai Pedang Allah. Setelah berhasil mengalahkan pasukan
kaum murtad, pasukan muslim bergerak menuju Bahrain, Oman dan Yaman.
Serangkain perang melawan kaum murtad (Perang Riddah) dimenangkan oleh
kaum muslimin.
Kodifikasi Al-Qur’an
Setelah
kemenangan yang diperoleh Khalifah Abu Bakar atas suku-suku yang murtad
dadurhaka itu, timbul kecemasan dari Umar bin Khattab (saat itu menjadi
penasihat utama Khalifah) akan kehilangan beberapa ayat dari Al-
Qur’an, hal ini dilakukan mengingat :
- Banyaknya huffadz (penghafal al-Qur’an) yang gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran.
- Ayat-ayat Al-Qur'an yang ditulis pada kulit-kulit kurma, batu-batu, dan kayu sudah banyak yang rusak sehingga perlu penyelamatan.
- Pembukuan Al-Qur'an ini mempunyai tujuan agar dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam sepanjang masa.
Oleh
karena itu Umar memberi saran kepada Abu Bakar agar ayat-ayat Al-Qur’an
dikumpulkan. Nasehat ini dituruti oleh Khalifah Abu Bakar. Maka
dikumpulkanlah lembaran-lembaran Al-Qur’an itu yang semula ditulis di
atas batu, kulit hewan, tulang-belulang dan pelepah kurma dalam suatu
mushaf. Khalifah Abu Bakar menuruti nasehat Umar serta merta bersedia
mewujudkan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an dengan menunjuk Zaid bin Tsabit
sebagai pemimpin pengumpulan.dengan para angota Abdullah bin Zubair,
Sa’id bin al-‘Ash, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mushaf al-Qur’an
ini semula disimpan di kekediaman Abu Bakar, kemudian kepada Umar, dan
kemudian Hafsah salah satu isteri Rasulullah saw yang juga merupaka
putri Umar bin Khattab.
Setelah
lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan
tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan
lain sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh shahabat Zaid bin
Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri
dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan
koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur'an hingga yang dikenal
hingga saat ini.
Penaklukan-Penaklukan
Setelah
permasalahan internal yang telah dilewati melalui Perang Ridda, dan
proyek penyatuan Al-Qur’an telah berjalan. Selanjutnya fokus utama
Khalifah Abu Bakar adalah perluasan wilayah pemerintahan Islam demi
penyiaran agama. Dalam hal ini ada 3 hal yang menjadi pegangan para
pasukan Islam, yaitu:
- Boleh tidak masuk Islam, tetapi membayar Jizyah ( pajak perlindungan yang sangat ringan ) maka jiwa dan hartanya dilindungi.
- Dianjurkan masuk Islam, maka jiwa serta hartanya akan dilindungi.
- Jika menentang, mereka akan diperangi.
Pada
tahun 633 M, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid mengadakan
kegiatan ekspansi ke wilayah-wilayah perbatasan Syria (Damaskus) dan
Persia (Irak). Kondisi obyektif wilayah Syria yang sangat maju
perekonomiannya dibandingkan dengan negeri Arabia lainnya sejak zaman
dahulu, negeri Arabia mayoritas bargantung pada Syria dengan menjalin
hubungan perdagangan. Atas dasar pertimbangan ini maka upaya penaklukan
Syria diharapkan akan sangat berarti bagi perkembangan islam di
masa-masa mendatang.
Pertama
kali perang terjadi di Hafir, 50 mil sebelah Utara Uballah, yang
dikenal sebagai “perang rantai” karena pasukan Persia membuat barisan
pertahanan dengan rantai-rantai besar yang mengikat mereka satu dengan
lainnya. pasukan Persia menyerah sedang komandan mereka terbunuh dalam
peperangan. setelah peperangan ini, terjadi sejumlah peperangan kecil,
pasukan Persia pada akhirnya terdesak dan mereka terusir ke wilayah
Mesopotamia. pasukan muslim juga berhasil mengepung dan menguasai
wilayah Hira. Penguasa Kristen wilayah ini menyerahkan diri dan
mengadakan perjanjian damai dengan pemerintah Islam, dengan kesediaan
mereka membayar jizyah.
Beberapa
wilayah yang menjadi penyebaran Islam adalah wilayah yang dikuasai
Kekaisaran Persia da Bizantium. Khalifah Abu Bakar Siddiq mengirimkan
dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harits. Mereka mampu
menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar, Daumatul Jandal
dan Fars. Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar as Siddiq
memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah. Ia diperintahkan
untuk membantu pasukan muslim yang mengalami kesulitan menghadapi
pasukan Bizantium yang sangat besar.
Komando pasukan dikemudian dipegang oelh Musanna bin Haritsah.
Komando pasukan dikemudian dipegang oelh Musanna bin Haritsah.
Ketika
itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi 240.000 orang.
Menghadapi jumlah pasukan yang sangat besar, pasukan muslim mengalami
kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid
berangkat menuju Syam. Berjalanan mereka selama 18 hari melewati 2
padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Pertempuran akhirnya pecah
di pingggir sungai Yarmuk , sehingga dinamakan Perang Yarmuk.
Di
tengah berkecamuknya pertempuran ini, Khalid bin Walid mendapat surat
yang memberitahukan bahwa Abu Bakar telah wafat dan digantikan oleh Umar
bin Khattab. Surat itu juga menyatakan pemecatan Khalid bin Walid
sebagai komandan pasukan dan diganti (kembali) oleh Abu Ubaidah bin Jarrah.
Berita ini oleh Khalid dirahasiakan agar tidak terjadi keguncangan di
kalangan barisan kaum Muslimin. Ketika Abu Ubaidah menerima berita
tersebut, ia juga merahasiakannya karena pertimbangan yang sama.
Peperangan ini dimenangkan oleh Pasukan Islam dan menjadi kunci utama
runtuhnya kekuasaan Bizantium di Tanah Arab.
Abu
Bakar wafat pada tahun ke-13 Hijriah, malam Selasa, tanggal 23 Jumadil
Akhir pada usia 63 tahun. Masa khalifahnya 2 tahun, 3 bulan, dan 3 hari.
la dikubur di rumah Aisyah Rodhiyallahu 'anha di samping kubur
Rasulullah saw.
Wasiatnya Tentang Khalifah Umar bin Khattab
Menjelang
wafatnya, Abu Bakar meminta pendapat sejumlah sahabat generasi pertama
yang tergolong ahli syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan
khalifah sesudahnya kepada Umar bin Khattab. Dengan demikian, Abu Bakar
merupakan orang yang pertama mewasiatkan khalifah sepeninggalnya kepada
orang yang sudah ditunjuk dan mengangkat khalifah berdasarkan wasiat
tersebut.
0 komentar:
Post a Comment