Bloggerberdatu

7/14/13

Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H / 632-634 M)

Abu Bakar, putra Abu Quhafah, adalah Khalifah pertama setelah wafatnya Nabi. Dia berasal dari suku Bani Taim, salah satu suku bangsa Quraisy. Selama zaman jahiliah (zaman kegelapan), suku ini tidak memiliki kelebihan khusus diantara suku-suku lainnya. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy, berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan.
Adapun Abu Bakar Siddiq adalah sahabat nabi yang tertua yang amat luas pengalamannya dan amat besar jasanya kepada agama Islam. Dia dua tahun lebih muda daripada Nabi, dia diyakini sebagai salah satu pemeluk Islam yang pertama. Jabatannya dikala Nabi masih hidup, selain dari seorang saudagar yang kaya, diapun seorang ahli nasab Arab dan ahli hukum yang jujur.
Dialah yang menemani Nabi ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama Rasulullah sampai kepada hari wafat beliau. Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang ketika beliau sakit. Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama menjadi Khalifah (Pemimpin Islam yang tunduk pada Al-Quran) dari yang lainnya.
Dialah yang menemani Nabi ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama Rasulullah sampai kepada hari wafat beliau. Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang ketika beliau sakit. Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama menjadi Khalifah (Pemimpin Islam yang tunduk pada Al-Quran) dari yang lainnya.

Abu Bakar Sebagai Khalifah

Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah pertama setelah Nabi, diwarnai berbagai perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Hal ini terjadi karena Nabi Muhammad s.a.w. ketika akan wafat, Nabi tidak berwasiat apa-apa, baik kepada salah seorang karib, atau kepada sahabat-sahabat yang lain, tentang siapa yang akan jadi Khalifah pengganti Nabi. Persoalan yang besar ini beliau serahkan kepada musyawarah ummat Islam. Musyawarah yang dilaksanakan di Madinah ini dikenal dengan persitiwa Saqifah.
Dalam peristiwa Saqifah ini, berkumpullah orang Muhajirin dan Anshar di Madinah, guna bermusyawarah siapa yang akan dibaiat (diakui) jadi Khalifah. Orang Anshar menghendaki agar Khalifah itu dipilih dari golongan mereka, mereka mengajukan Sa’ad bin Ubadah. Kehendak orang Anshar ini tidak disetujui oleh orang Muhajirin. Maka terjadilah perdebatan diantara keduanya, dan hampir terjadi fitnah diantara keduanya. Hal ini menggugah kembali bangkitnya semangat fanatisme golongan dan bias-bias permusuhan antar suku yang pernah terjadi sebelum Islam.
Ditengah perdebatan yang terjadi di Saqifah, Abu Bakar segera berdiri dan berpidato menyatakan dengan alasan yang kuat dan tepat, bahwa soal Khilafah itu adalah hak bagi kaum Quraisy, bahwa kaum Muhajirin telah lebih dahulu masuk Islam, mereka lebih lama bersama bersama Rasulullah, dalam Al-Qur’an selalu didahulukan Muhajirin kemudian Anshar. Khutbah Abu Bakar ini dikenal dengan Khutbah Hari Saqifah, setelah khutbah ini ummat Islam serta merta membai’at Abu Bakar, didahului oleh Umar bin Khattab, kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain. Diantara para sahabat tersebut hanya Ali bin Abi Thalib yang terlambat membait karena pada waktu itu masih sibuk mengurus Fatimah, istrinya yang dirundung kesedihan karena ditinggal ayahnya, Nabi Muhammad SAW.
Hal yang paling mendasar menurut para ahli sejarah dalam peristiwa Saqifah sehubungan dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, bukanlah karena “superioritas kesukuan” kaum Quraisy, tetapi karena kekerabatan Abu Bakar dengan Nabi saw.
Memang bisa dikatakan bahwa umur umat Islam belum terlalu tua, baru sekitar 23 tahun kala itu, masih belia, penuh semangat juang dan perlu pembenahan diri. Ini jelas membutuhkan seorang pemimpin yang dituakan, memiliki jiwa yang lembut dan ramah namun tegas, sebagai masa transisi sifat Rasulullah yang lembut dan indah. Dan sifat-sifat ini ada pada diri salah seorang sahabat terdekat beliau yaitu Abu Bakar.
Masalah Kemurtadan
Setelah suksesi Abu Bakar, masalah utama Islam adalah sebuah gerakan yang dikenal sebagai “Kemurtadan” yang mengancam persatuan dan stabilitas negara Islam. Masalah kemurtadan ini dapat dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Pertama mereka yang mengkaliam kenabian, Kelompok Kedua orang yang meninggalkan Islam dan kembali kepada keyakinan mereka yang lama di zaman jahiliah. Kelompok Ketiga tidak mengakui pemerintahan madinah, tetapi berkata bahwa mereka masih menerima Islam. Orang-orang ini tidak percaya pada pemerintahan Madinah. Karena menolak membayar zakat, dengan alasan bahwa zakat adalah pemaksaan.
Beberapa orang sahabat menasehati kepada Abu Bakar agar dia tidak memerangi orang yang tidak membayar zakat. Namun disinilai keteguhan hati khalifah. Dia mengatakan: “Dengan sesungguhnya, walaupun mereka enggan membayar seutas tali kecil yang telah pernah dibayarkan kepada Rasulullah dahulu, niscaya akan kuperangi juga mereka selaipun aku akan binasa oleh karenanya.”
Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama Perang Ridda. Untuk itu Abu Bakar mengirim 11 pasukan perang dengan 11 daerah tujuan. Antara lain, pasukan Khalid bin Walid ditugaskan menundukkan Thulaiha Al-Asadi, pasukan 'Amer bin Ash ditugaskan di Qudhla'ah. Suwaid bin Muqrim ditugaskan ke Yaman dan Khalid bin Said ditugaskan ke Syam. Peristiwa sulit yang hebat ini diatasi Abu Bakar dengan kemauan dan perhatian keras membaja. Dengan cepat disiapkannya sebelas pasukan untuk menaklukkan kaum yang murtad itu. Masing-masing panglimanya diperintahkan menuju daerah yang telah ditentukan.
Bangsa arab mempunyai rasa kesukuan yang sangat tinggi. masing-masing suku menganggap dirinyalah yang paling baik. Nabi-nabi palsu yang ingin menghancurkan Islam diantaranya.
  1. Al -Aswad al Ansi
  2. Thulaihah bin Khuwalid al Asadi
  3. Malik bin Nuwairah
  4. Musailamah al Kazab
Al- Anwad al Ansi memimpin  pasukan suku Badui di Yaman. mereka berhasil merebut Najran dan San'a. akan tetapi Al  Aswad al Ansi terbunuh oleh saudara gubernur Yaman. Ketika Zubair bin Awwam datang di Yaman Al Ansi telah terbunuh. Pasukan Islam berhasil menguasi Yaman.
Thulaihah bin Thuwailid al Asadi mengangap dirinya sebagai nabi. pengikutnya berasal dari Bani Asad, Gatafan  dan Bani Amir. Abu Bakar as Siddiq mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. pertempuran teradi  di dekat sumur Buzakhah. Pasukan muslim berhasil mengalahkakn mereka.
Malik bin Nuwairah merupakan pemimpin Bani Yarbu' dan Bani Tamim. Sepeninggal Nabi Muhammad saw, mereka tidak mengakui Islam. Pasukan Khalid bin Walid kemudian bergerak menuju perkampungan mereka. Dalam pertempuran yang sengit. Malik bin Nuwairah mati terbunuh.
Musailamah al Kazab (Musailamah si pembohong), ini adalah yang paling berbahaya. Ia mendakwakan kenabiannya bersama Nabi Muhammad ketika beliau masih hidup. Dia mengatakan, bahwa Allah telah memberikan pangkat nabi kepadanya bersama dengan Rasulullah. Oleh karena dia berbuat dusta itu, dia mendapat gelar ‘al-Kazzab’ yang artinya ‘si pendusta’. Ia didukung oleh Bani Hanifah di Yamamah. Ia mengawini Sajah yang mengaku sebagai nabi di kalangan Kristen. mereka berhasil menyusun Pasukan dengan kekuatan 40.000 orang. Khalifah Abu Bakar as Siddiq  mengirimkan Ikrimah bin Abu Jahal dan Syurahbil bin Hasanah . pada mulanya pasukan Islam terdesak. Akan tetapi, pasukan bantuan mereka datang dipimpin Khalid  bin Walid. Pasukan Musailamah berhasil dikalahkan. 10.000 orang kaum murtad mati terbunuh, Ribuan kaum muslimin gugur dalam perang ini, termasuk penghafal Al-Qur'an. Perang ini dinamakan Perang Yamamah dan merupakan yang paling besar diantara perang melawan kaum murtad lainya.
Setahun lamanya Abu Bakar dapat menundukkan kaum yang murtad itu serta orang-orang yang mengaku menjadi nabi serta orang-orang yang enggan membayar zakat, sehingga kalimat Tuhan kembali menjulang tinggi. Dalam kemenangan kaum muslimin ini, kehormatan besar harus diberikan kepada panglima Khalid bin Walid, Saifullah yang perkasa itu yang dijuluki sebagai Pedang Allah. Setelah berhasil mengalahkan pasukan kaum murtad, pasukan muslim bergerak menuju Bahrain, Oman dan Yaman. Serangkain perang melawan kaum murtad (Perang Riddah) dimenangkan oleh kaum muslimin.
Kodifikasi Al-Qur’an
Setelah kemenangan yang diperoleh Khalifah Abu Bakar atas suku-suku yang murtad dadurhaka itu, timbul kecemasan dari Umar bin Khattab (saat itu menjadi penasihat utama Khalifah) akan kehilangan beberapa ayat dari Al- Qur’an, hal ini dilakukan mengingat :
  1. Banyaknya huffadz (penghafal al-Qur’an) yang gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran.
  2. Ayat-ayat Al-Qur'an yang ditulis pada kulit-kulit kurma, batu-batu, dan kayu sudah banyak yang rusak sehingga perlu penyelamatan.
  3. Pembukuan Al-Qur'an ini mempunyai tujuan agar dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam sepanjang masa.
Oleh karena itu Umar memberi saran kepada Abu Bakar agar ayat-ayat Al-Qur’an dikumpulkan. Nasehat ini dituruti oleh Khalifah Abu Bakar. Maka dikumpulkanlah lembaran-lembaran Al-Qur’an itu yang semula ditulis di atas batu, kulit hewan, tulang-belulang dan pelepah kurma dalam suatu mushaf. Khalifah Abu Bakar menuruti nasehat Umar serta merta bersedia mewujudkan pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an  dengan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin pengumpulan.dengan para angota Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mushaf al-Qur’an ini semula disimpan di kekediaman Abu Bakar, kemudian kepada Umar, dan kemudian Hafsah salah satu isteri Rasulullah saw yang juga merupaka putri Umar bin Khattab.
Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh shahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur'an hingga yang dikenal hingga saat ini.
Penaklukan-Penaklukan
Setelah permasalahan internal yang telah dilewati melalui Perang Ridda, dan proyek penyatuan Al-Qur’an telah berjalan. Selanjutnya fokus utama Khalifah Abu Bakar adalah perluasan wilayah pemerintahan Islam demi penyiaran agama. Dalam hal ini ada 3 hal yang menjadi pegangan para pasukan Islam, yaitu:
  1. Boleh tidak masuk Islam, tetapi membayar Jizyah ( pajak perlindungan yang sangat ringan ) maka jiwa dan hartanya dilindungi.
  2. Dianjurkan masuk Islam, maka jiwa serta hartanya akan dilindungi.
  3. Jika menentang, mereka akan diperangi.
Pada tahun 633 M, Abu Bakar memerintahkan Khalid bin Walid mengadakan kegiatan ekspansi ke wilayah-wilayah perbatasan Syria (Damaskus) dan Persia (Irak). Kondisi obyektif wilayah Syria yang sangat maju perekonomiannya dibandingkan dengan negeri Arabia lainnya sejak zaman dahulu, negeri Arabia mayoritas bargantung pada Syria dengan menjalin hubungan perdagangan. Atas dasar pertimbangan ini maka upaya penaklukan Syria diharapkan akan sangat berarti bagi perkembangan islam di masa-masa mendatang.
Pertama kali perang terjadi di Hafir, 50 mil sebelah Utara Uballah, yang dikenal sebagai “perang rantai” karena pasukan Persia membuat barisan pertahanan dengan rantai-rantai besar yang mengikat mereka satu dengan lainnya. pasukan Persia menyerah sedang komandan mereka terbunuh dalam peperangan. setelah peperangan ini, terjadi sejumlah peperangan kecil, pasukan Persia pada akhirnya terdesak dan mereka terusir ke wilayah Mesopotamia. pasukan muslim juga berhasil mengepung dan menguasai wilayah Hira. Penguasa Kristen wilayah ini menyerahkan diri dan mengadakan perjanjian damai dengan pemerintah Islam, dengan kesediaan mereka membayar jizyah.
Beberapa wilayah yang menjadi penyebaran Islam adalah wilayah yang dikuasai Kekaisaran Persia da Bizantium. Khalifah Abu Bakar Siddiq mengirimkan dua panglima yaitu Khalid bin Walid dan Musanna bin Harits. Mereka mampu menguasai Hirah dan beberapa kota lainya yaitu Anbar, Daumatul Jandal dan Fars. Peperangan dihentikan setelah Abu Bakar as Siddiq memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Suriah. Ia diperintahkan untuk membantu pasukan muslim yang mengalami kesulitan menghadapi pasukan Bizantium yang sangat besar.
Komando pasukan dikemudian dipegang oelh Musanna bin Haritsah.
Ketika itu pasukan Islam berjumlah 18.000. Pasukan Romawi 240.000 orang. Menghadapi jumlah pasukan yang sangat besar, pasukan muslim mengalami kesulitan. Khalifah Abu Bakar segera memerintahkan Khalid bin Walid berangkat menuju Syam. Berjalanan mereka selama 18 hari melewati 2 padang sahara yang belum pernah dilewatinya. Pertempuran akhirnya pecah di pingggir sungai Yarmuk , sehingga dinamakan Perang Yarmuk.
Di tengah berkecamuknya pertempuran ini, Khalid bin Walid mendapat surat yang memberitahukan bahwa Abu Bakar telah wafat dan digantikan oleh Umar bin Khattab. Surat itu juga menyatakan pemecatan Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan dan diganti (kembali) oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Berita ini oleh Khalid dirahasiakan agar tidak terjadi keguncangan di kalangan barisan kaum Muslimin. Ketika Abu Ubaidah menerima berita tersebut, ia juga merahasiakannya karena pertimbangan yang sama. Peperangan ini dimenangkan oleh Pasukan Islam dan menjadi kunci utama runtuhnya kekuasaan Bizantium di Tanah Arab.
Abu Bakar wafat pada tahun ke-13 Hijriah, malam Selasa, tanggal 23 Jumadil Akhir pada usia 63 tahun. Masa khalifahnya 2 tahun, 3 bulan, dan 3 hari. la dikubur di rumah Aisyah Rodhiyallahu 'anha di samping kubur Rasulullah saw.
Wasiatnya Tentang Khalifah Umar bin Khattab
Menjelang wafatnya, Abu Bakar meminta pendapat sejumlah sahabat generasi pertama yang tergolong ahli syura. Mereka seluruhnya sepakat untuk mewasiatkan khalifah sesudahnya kepada Umar bin Khattab. Dengan demikian, Abu Bakar merupakan orang yang pertama mewasiatkan khalifah sepeninggalnya kepada orang yang sudah ditunjuk dan mengangkat khalifah berdasarkan wasiat tersebut.

0 komentar: