Suatu ketika, seorang remaja putri sebuah SMA mengirim email kepada
penulis. Hatinya tergugah setelah membaca salah satu artikel yang saya
tulis berjudul “Jomblo vs Pacaran.” Ia pun menceritakan tentang
pengalamannya yang kebablasan dalam bergaul sehingga melakukan hubungan
seks di luar nikah. Setelah melakukannya, ternyata si pacar pergi
meninggalkannya dan mencari cewek lain. Ia pun terluka tapi juga
ketagihan.
Remaja cewek ini sadar perbuatannya salah tapi ia sulit melepaskan
diri dari daya tarik gaul bebas. Selain itu, setiap kali ingin
bertaubat, ia selalu merasa kotor dan tak pantas menerima ampunan Allah.
Ia pun terjerembab lagi dalam lumpur dosa yang berkepanjangan.
Sobat remaja, cerita di atas adalah satu kisah nyata yang mewakili
betapa memprihatinkan pergaulan generasi muda kita. Berawal dari pacaran
yang makin membudaya di sekitar kita, pintu perzinaan jadi terbuka
lebar. Banyak di antara remaja yang merasa malu bila dirinya belum
pernah pacaran. Seakan-akan stempel ‘tak laku’ ditempelkan di dahi yang
itu akan memalukan dirinya. Mereka pun berlomba-lomba untuk menggaet
lawan jenis hanya sekadar agar tak jadi bahan olokan teman-temannya.
…Orang tua yang tak paham bahayanya gaul bebas, turut andil dalam memberi angin segar bagi pintu perzinaan…
Itu dari segi remaja dan pergaulan teman-temannya. Orang tua yang tak
paham bahayanya gaul bebas, turut andil dalam memberi angin segar bagi
pintu perzinaan. Orang tua bingung ketika anaknya tak ada yang
mengencani di malam Minggu padahal si anak sendiri memutuskan tak mau
pacaran. Belum lagi masyarakat yang individual dan tak peduli terhadap
orang lain ketika ada yang melakukan kemaksiatan. Parahnya, negara juga
tak mau tahu betapa bahayanya membiarkan remaja gaul secara bebas.
Tabloid-tabloid yang mengumbar aurat, tayangan TV dan film yang mengarah
ke ajakan mendekati zina, semua itu mudah mendapatkan izin terbit dan
tayang. Dan semua itu makin menjadi di momen Februari karena ada
perayaan maksiat bernama Valentine’s day.
Jadilah fenomena remaja yang ketagihan gaul bebas seperti kisah di
atas semakin merebak. Di saat ia ingin taubat, sejauh mata memandang
ajakan maksiat yang disaksikannya. Jadilah ia gamang untuk berubah
menjadi muslim yang baik. Padahal Allah itu Mahapemurah dan pengampun
asalkan manusianya sendiri benar-benar taubatan nasuha. Tapi gimana mau
taubat kalau lingkungan malah mendorong dia makin berbuat maksiat?
Sobat remaja, kemaksiatan karena gaul bebas memang seolah-olah benang
kusut yang sulit diuraikan dalam masyarakat kita. Tapi bila saja kita
mau peka, ada satu ujung pangkal dari semua kemungkaran yang terjadi
yaitu diterapkannya system demokrasi dan dicampakkannya syariah Islam
dari tengah-tengah umat. Seperti kita semua tahu bahwa demokrasi
ditopang oleh salah satu tiang bernama kebebasan berperilaku.
…kemaksiatan karena gaul bebas memang seolah-olah benang kusut yang sulit diuraikan dalam masyarakat kita. …
Jadilah ada anggapan salah bahwa tiap orang bebas berperilaku
semaunya tanpa ada satu pihak pun yang boleh melarang. Hal ini diperkuat
dengan semakin parahnya virus sekulerisasi yaitu memisahkan agama dari
kehidupan. Gaul bebas terjadi karena pelakunya tidak menyadari bahwa
kebebasan yang direguknya di dunia bakal dipertanggungjawabkan di
akhirat kelak. Mereka, penganut gaul bebas itu lupa bahwa ada Allah yang
Mahamelihat. Bila saja mereka menyadari bahwa tak ada satu jengkal
tanah pun yang bebas dari pengawasannya, niscaya mereka tak berani
berbuat melanggar syariat-Nya.
So, membasmi gaul bebas, ya basmi akarnya dulu. Yupz, demokrasi dan
sekulerisme sudah waktunya dibuang ke tong sampah peradaban. Karena ada
yang dibuang itu artinya ada yang dipake. Syariat Islam saja yang pantas
untuk memimpin peradaban dunia yang beradab. Bila ini yang diambil, so
pasti gaul bebas bakal dilibas. Gak bakal ada cerita remaja yang
ketagihan berbuat maksiat. Hidup jadi aman dan nyaman untuk dinikmati.
Jadinya, asik banget kan? Pasti iya donk. Sip dah ^_^
0 komentar:
Post a Comment