KISAH PERANG UHUD PADA ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW.
Sumber Gambar dari http://dakwah-islam.org |
Perang Uhud terjadi pada pertengahan bulan Sya’ban tahun
3 H bertempat di kaki bukit Uhud yang terletak di sebelah utara kota Madinah.
Kekalahan pasukan kafir Quraisy dalam perang Badar, menimbulan dendam terhadap
kaum muslimin. Oleh sebab itu, mereka bertekad untuk mengalahkan dan
menghancurkan umat Islam. Agar kekalahan pahit di perang Badar tidak terulang,
maka mereka membentuk pasukan besar yang berjumlah 3000 orang. Mereka berasal
dari berbagai kabilah, seperti kabilah Quraisy, Tihamah, Kinanah, Bani
Al-Harits, bani Al Haun, Bani Al Mustaliq. Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi
yang pada waktu itu belum masuk Islam, mrerasa khawatir akan keselamatan jiwa
keponakannya, maka ia mengutus seorang kurir untuk memberitahukan kepada Nabi
bahwa umat Islam akan mendapat serangan dari kafir.
Nabi segera bermusyawarah dengan para sahabat untuk
mangambil keputusan. Sebagai sahabat berpendapat bahwa perang kali ini lebih
baik bertahan didalam kota Madinah, agar dapat melindungi anak-anak, kaum
wanita dan para lansia. Namun sebagian besar sahabat yang lain menganjurkan
lebih baik di luar kota, agar tidak menimbulkan kerusakan total terhadap
lingkungan kota, sebab jika pasukan kafir menang, mereka akan menyisir kota Madinah,
membunuh para wanita dan anak-anak, merusak bangunan dan tumbuh-tumbuhan, serta
merampok harta kekayaan warga kota.
Nabi sebenarnya lebih suka pendapat pertama, namun
mayoritas sahabat menyetujui pendapat kedua, maka suara terbanyak yang diambil
keputusan, yaitu menghadapi pasukan di luat kota Madinah.
Seribu pasukan dihimpun untuk menghadapi serangan musuh,
mereka di berangkatkan menuju leher bukit Uhud. Namun baru saja berangkat,
Abdullah bin Ubay seorang munafik Madinah mencoba menghasut sebagian pasukan
Islam, sehingga sekitar 300 orang berbelot dan menolak ikut perang. Pasukan
muslim hanya tinggal 700 orang.
Setelah sampai di bukit Uhud, Nabi Muhammad segera
mengatur strategi dan taktik berperang. Lima puluh orang ahli panah yang
dipimpin oleh Abdullah bin Jahir ditempatkan di atas bukit untuk menghadang
pasukan kafir yang akan lewat. Rasulullah berpesan kepada mereka agar tidak meninggalkan tempat, apa pun yang
terjadi dan dalam kondisi bagaimana pun sampai ada komando berikutnya dari
beliau. Pasukan penyerang dan pasukan berkuda ditempatkan di bawah bukit dalam
keadaan siaga penuh.
Perang di mulai dengan duel satu lawan satu. Pihak musuh
menampilkan empat bersaudara, yaitu Talhah bin Abi Talhah, Usman bin Abi
Talhah, As’ad bin Abi Talhah, dan Musami bin Abi Talhah. Sedangkan dari pihak muslimin hanya
menampilkan dua perwira perkasa, yaitu Ali bin Abi Talhah dan Hamzah bin Abdul
Muthalib. Namun keemapt musuh dari pihak kafir itu dapat ditumpas dengan mudah.
Talhah dan As’ad terbunuh oleh Hamzah, sedangkan Usman dan Musami tewas di
tangan Ali.
Perang massal pun segera berkobar, pasukan muslim
berjuang dengan gagah berani, anyak musuh yang terkapar oleh pedang kaum
muslimin. Dalm hitungan jam, pasukan kafir meninggalkan medan perang. Melihat
keadaan itu, pasukan muslim merasa telah mendapat kemenangan dan mereka ingin
segera mendapatkan harta rampasan yang di tinggalkan musuh, sehingga mereka
lupa akan pesan Rasulullah agar tidak meninggalkan pos sebelum ada komando.
Pasukan pemanah berhamburan ke bawah bukit turut mengumpulkan harta rampasan,
sedangkan pada saat yang bersamaan, pasukan pemanah kafir yang di pimpin oleh
Khalid bin Walid segera mengisi tempat yang di tinggalkan pasukan muslimin.
Maka dalam waktu sekejap, pasukan kafir yang telah berada
dalam posisi strategis dapat menghancurkan kaum muslimin yang sedang berebut
harta ghanimah (harta rampasan perang). Pasukan Islam terjepit dan
banyak yang berguguran.
Di tengah hiruk pikuk peperangan, muncul kabar bahwa Rasulullah
terbunuh. Kabar tersebut berasal dari pihak orang kafir dengan maksud
melemahkan mental pasukan Islam. Rasululloh sendiri sebenarnya sedang berperang
dan beliau terdesak oleh musuh sehingga terjerembab ke dalam lubang. Namun
pasukam Islam yang bertugas melindungi keselamatan jiwa Nabi seperti Ali bin
Abi Thalib, Abu Dujanah, Sa’ad bin Abi Waqas dan Umu Umarah (pahlawan wanita
yang setia membela Rasulullah) segera sigap menolong beliau. Rasulullah pun dapat
terselamatkan dan segera diserukan kepada kaum muslimin bahwa Rasulullah masih
hidup.
Perang
terus berlangsung hingga datanglah Ubay bin Rhalaf sambil menghunus pedang
hendak mencoba membunuh Rasulullah, namun beliau segera sigap mengambil
tindakan mempertahanakan diri dengan menghujamkan pedangnya ke tubuh Ubay bin
Rhalaf hingga tewas. Itulah kali pertama dan terakhir musuh yang tewas di
tangan beliau. Akibat perang yang tak terkendalikan, Rasulullah mendapat luka
yang cukup parah di kening dan anggota tubuh lainnya, gigi gerahamnya patah dan
banyak mengeluarkan darah.
Peperangan
tersebut di menangkan oleh pasukan kafir Quraisy. Kaum muslimin mengalami
kekalahan yang cukup parah. Lebih dari 70 oarng gugur sebagi syuhada dan
puluhan lainnya mengalami luka berat dan ringan. Sedangkan pasukan kafir segera
menarik diri dan beranjak menuju kampung halaman mereka di Mekah.
Dalam
perang ini Rasulullah mendapati kenyataan bahwa kafir menyiksa para tentara
Islam yang telah tidak berdaya hinga tewas mengenaskan. Hal itu terbukti dari
pemeriksaan Rasulullah ternyata ada jenazah kaum msulimin yang hilang
telinganya, ada yang ususnya terburai, dan matanya dicukil dengan ujung pedang.
Lebih
parah lagi ketika beliau menyaksikan jenazah pamannya, Hamzah bin Abdul
Muthalib. Jenazah pama tercinta Rasulullah itu sangat mengenaskan, ususnya
terburai, jantung dan limpanya hilang dimakan oleh Hindun binti Jahsyin, istri
Abu Sufyan, telinganya hancur, dan matanya dicungkil pedang. Rasulullah
menangis meneteskan air mata, seraya bersabda: “Seumur hidupku belum sesedih
dan semarah ini. Demi sekiranya nanti Allah memberi kemenangan kepada kita,
mereka akan kuperlakukan menurut cara yang belum pernah diperbuat oleh bangsa
Arab.”
Bagi
Rasulullah saw., Hamzah adalah orang yang paling dihormati dan dicintainya.
Dalam hati Rasulullah ingin rasanya membalaskan dendam terhadap orang-orang
kafir itu. Namun Allah SWT, menurunkan wahyu dalam Surah An-Nahl: 126-127.
“Dan
jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang
lebih baik bagi orang yang sabar. Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu
itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati
terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya
yang mereka rencanakan.” (QS. An-Nahl: 126-127)
MUTIARA
HIKMAH YANG DAPAT DIJADIKAN PELAJARAN
Kisah
Perang Uhud ditulis dalam Surah Ali Imran. Kekalahan di Uhud adalah ujian dari
Allah bagi muslim mukmin dan munafik. Memang benar bahwa pasukan muslim hampir
saja mampu menghabisi kaum Quraisy ketika kemudian perhatian mereka teralihkan.
Ketika tentara muslim melihat para wanita Qurasy mengangkat bajunya sehingga
menampakkan gelang pergelangan kaki dan kaki-kaki mereka, mereka mulai
berteriak-teriak dan menzalimi mereka. Tanpa peduli akan perintah Nabi
Muhammad, mereka meninggalkan tempat jaga mereka dan mengejar wanita-wanita
Quraisy. Karena itulah Allah mengijinkan membunuh muslim yang meninggalkan
kedudukannya sebagai suatu ujian. Tentara muslim kalah karena salah mereka
sendiri.