Bloggerberdatu

1/16/14

Kisah Nyata : Ketika Ibu Cuci Muka Dengan Darah Nifas Putrinya

Sebuah kisah nyata yang membuat miris setiap pembaca dan pendengar dimana saja berada. Seorang wanita yang mulai tumbuh dewasa, akhirnya mendaftarkan diri menjadi seorang mahasiswa di salah satu kampus kota Malang. Sebagai orangtua, tentu saja berbahagia atas apa yang capai oleh putri tercintanya. Khususnya sang Ibu, selalu memberikan yang terbaik untuk putra-putrinya.
Sang Ibu-pun memulai memberikan pesan-pesan moral kepada putrinya agar senantiasa menjaga diri. Kewajiban orangtua adalah selalu memberikan bekal materi, nasehat dan do’a. Salah satu pesan seorang Ibu kepada putri tercintanya adalah, jangan keluar malam, belajar sungguh-sungguh, jangan berpacaran. Karena yang demikian itu sama dengan menyakiti dan melukai hati kedua orangtua, serta melanggar ajaran Rosulullah SAW.Mendengar petuah sang Ibu, mahasiswi itu manggut-manggut, sebagai bukti bakti seorang anak kepada kedua orangtua. Orangtua memang memiliki hak penuh atas anak-anaknya. Wajar, jika kemudian seorang Ibu berpesan demikian kepada putrinya, serta anak-anaknya semua.
Sebuah kisah menarik terkait dengan hak orangtua atas anaknya. Di jaman Rasulullah SAW, ada seorang pemuda mengadukan ayahnya kepada Nabi SAW.Karena si ayah mengambil telah harta milik anaknya itu. Rasulullah SAW lantas memerintahkan anak lelaki itu agar supaya memanggil ayahnya. Ketika berada di hadapan Rasulullah SAW, ditanyakanlah hal itu.
Kemudian Rosulullah SAW bertanya kepadanya :“Mengapa engkau mengambil harta anakmu,” ?.
Kemudian lelaki itu menjawab dengan agak kesal:“Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah!. Kemudian orangtuanya sedikit memberikan penjelasan:’’Sebab, uang itu saya nafkahkan untuk saudara-saudaranya, paman-pamannya dan bibinya,”jawab orang tua itu.
Rasulullah SAW kemudian bertanya lagi:, “Ceritakanlah apa yang ada dalam hatimu dan tidak didengar oleh telingamu.”
Maka berceritalah si ayah ini.“Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah lantaran sakit dan deritamu. Aku tak bisa tidur dan resah, bagaikan akulah yang sakit dan bukan kau yang menderita. Lalu air mataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut. Padahal aku tahu, ajal pasti akan datang. Setelah engkau dewasa dan berhasil mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman. Seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang, kau tak mampu penuhi hak ayahmu. Kau perlakukan aku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku seolah-olah kebenaran selalu menempel di dirimu, seakan-akan kesejukan bagi orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.”
Mendengar hal ini, maka Rasulullah SAW langsung memerintahkan kepada si anak, untuk memberikan hak orang tuanya. Hadis di atas menceritakan betapa besar pengorbanan orangtua, sehingga orangtua memiliki hak mutlak atas anak-anaknya. Seandainya, semua jiwa raga sang anak dikorbankan untuk anaknya, tidak akan cukup untuk membalas kebaikan dan pengorbanan seorang ayah dan ibu terhadap anaknya.
Masih terkait dengan perilaku mahasiswi terhadap ibunya. Ketika sudah menjadi mahasiswi, dimana kehidupan dunia kampus begitu panas dengan dunia percintaan dan pacaran. Lelaki dan wanita sudah biasa bersama-sama, walaupun belum menikah. Bahkan, berdua-duaan sampai malam larut tidak menjadi masalah, walaupun mereka tahu kalau hal itu dilarang agama dan juga melukai hati kedua orangtuanya.
Ketika di ingatkan orangtuanya, atau saudara-saudaranya mahasiswi itu selalu menjawab:’’aku tidak pacaran, aku cuma teman biasa…! Padahal semua orang tahu, kalau dirinya itu berpacaran dan telah menodai agama dan petuah orangtuanya.
Setiap hari, mahasiswi ini selalu menampakkan sikap yang tidak patuh kepada Ibunya. Padahal sang Ibu pontang panting mencari duit untuk biaya kuliah dan uang saku. Ratusan juta sudah dikeluarkan untuk mengantarkan putrinya meraih cita-citanya. Orang Jawa bilang;’’kepala di jadikan kaki, kaki dijadikan kepada demia masa depan anak-anaknya’’.
Tetapi, karena dunia kampus begitu keras dan panas dengan segala persaingan cinta. Maka, nasehat orangtua seringkali ditinggalkan, bahkan tidak pernah direken sama sekali. Sebab, cinta itu telah membutakan dirinya. Bahkan semakin hari hubungan dengan lawan jenisnya semakin akrab, sehingga nyaris membahayakan sebagai seorang wanita muslimah. Tidak ada cara lain bagi orangtuanya, kecuali segera menikahkan keduanya dari pada harus menderita setiap menyaksikan putri dan lelaki itu selalu berdua kemana-mana tanpa ikatan nikah.
Akhirnya, menikahlah kedua pasangan yang sedang dimabuk asmara itu. Setelah menikah, keduanya terlihat bahagia, karena kedua merasakan bahwa pasangannya adalah pilihan tuhan. Memang benar begitu. Tetapi, keduanya tidak merasa bahwa selama ini telah menyakiti hati kedua orangtua yang selama ini mengorbankan jiwa dan raga atas kelahirannya serta menyekolahkan dengan biaya yang cukup mahal.
Setahun kemudian, sang putri hamil. Ketika melahirkan, terjadi pendarahan yang begitu hebat. Berbagai cara telah dokter dilakukan untuk menyelamatkan putrinya. Ternyata darah tetap deras mengalir. Orangtua terus menerus beristighfar kepada Allah SWT memohonkan ampun kepada Allah SWT atas kesalahan-kesalahan yang selama ini dilakukan oleh putrinya. Tetapi, darah itu tetap saja mengalir deras, seolah-olah tidak mau berhenti.
Sang Ibu yang selama ini sering dikecewakan oleh putrinya semasa menjadi mahasiswa, akhirnya melakukan cara aneh, unik, tergolong nekad. Karena cara ini tak lazim dilakukan. Betapa terkejut anak dan menantunya, darah yang mengalir di ambil dan membasuhkan ke mukanya berkali-kali. Sambil berlinang air mata, ibu it terus membasuhkan dara nifas sang putri ke mukanya. Dengan ijin Allah SWT, tiba-tiba darah nifas itu berhenti (mampet). Orangtua mau melakuan ini demi putrinya, sementara sang putri masih belum merasakan kalau dirinya telah melukai hati sang Ibu salama menjadi mahasiswi.
Lagi-lagi, keajaiban muncul. Keikhlasan dan ketulusan seorang Ibu di dalam mengorbankan dirinya tidak ada batasan. Adakah kalimat yang lebih indah dan pantas untuk diucapkan kepada orangtua? Ketulusan Ibu dan ayah mampu menggegerkan penduduk langit. Para malaikat pun mengucapkan amin, ketika ayah ibu berdoa untuk anak-anaknya. Kemudian, adakah pengorbanan anak yang lebih besar melebihi pengorbanan ayah bunda?
Oleh Ahmed Azzimi pada 25 Desember 2012 pukul 11:38 ·

0 komentar: